Masalah Radiasi Tegangan Tinggi
Masalah Radiasi Tegangan Tinggi
Pendahuluan
Interkoneksi dan Transmisi Tenaga listrik
Pembangunan dalam sektor industri pada saat ini, sebenarnya merupakan kelanjutan pembangunan dari sektor-sektor lainnya yang telah dilakukan pada PJP I yang lalu. Pada PJP II ini pembangunan sektor industri diarahkan untuk menuju kepada kemandirian perekonomian nasional, meningkatkan kemampuan bersaing dan menaikkan pangsa pasar baik pangsa pasar dalam negeri maupun pangsa pasar luar negeri. Untuk dapat melakukan pembangunan sektor industri, masalah tenaga listrik merupakan salah satu faktor penentu yang harus diperhatikan dengan cermat. Kenaikan penyediaan tenaga listrik (daya terpasang kumulatif) sejak awal Pelita I sampai dengan akhir PJP I yang lalu, tampaknya merupakan indikasi keseriusan pemerintah untuk melakukan pembangunan sektor industri, seperti yang tampak pada grafik (terlampir).
Ketersediaan tenaga listrik selama PJP I yang meningkat pesat dengan laju pertumbuhan rata-rata 12,4 % per tahun dan pada akhir PJP I meningkat menjadi 17,5 % per tahun melebihi angka yang direncanakan yaitu 14,6 % per tahun. Laju pertumbuhan konsumsi tenaga listrik di Indonesia ternyata di atas angka rata-rata di Asia yang hanya sekitar 7,9 % per tahun dan jauh di atas rata-rata petumbuhan konsumsi tenaga listrik dunia yang hanya sekitar 3,6 % per tahun. Laju pertumbuhan tenaga listrik yang tinggi ini dapat dicapai dengan mengembangkan sistem jaringan terpadu.
Pengembangan sistem jaringan terpadu meliputi sistem interkoneksi pusat-pusat pembangkit tenaga listrik yang ada serta membangun sistem transmisi dari pusat pembangkit ke gardu induk. Pada saat ini interkoneksi di Indonesia baru dilaksanakan di Pulau Jawa, yaitu dengan sistem tegangan tinggi (75 kV dan 150 kV) serta tegangan ekstra tinggi (500 kV) yang menghubungkan beberapa PLTA dan PLTU yang terdapat di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu antara pusat pembangkit di Suralaya, Saguling, Semarang, Gresik dan Paiton. Sedangkan sistem distribusi (penyaluran) di Indonesia saat ini menggunakan tegangan 20 kV untuk primer dan 220/380 V untuk sekunder dengan frekuensi 50 Hz. Tujuan dari sistem interkoneksi dan transmisi secara terpadu ini antara lain untuk meningkatkan kemampuan suplai tenaga listrik, agar pada saat terjadi gangguan pada salah satu pusat pembangkit tidak terlalu berpengaruh pada konsumen. Sebagai contoh gangguan adalah pada PLTA yang sangat dipengaruhi oleh debit air, tandon air, limpahan dan daya muatnya. Sedangkan pada PLTU gangguan dapat berasal dari efisiensi kerja ketel uap, turbin dan sistem peralatan lainnya.
Sistem interkoneksi dan transmisi tersebut sering pula dinamakan dengan sistem Saluran Udara Tegangan (Ekstra) Tinggi yang sering disingkat dengan SUTET. Sistem interkoneksi dan transmisi tersebut saat ini memang harus dilakukan agar sistem jaringan terpadu dalam rangka pemenuhan kebutuhan tenaga listrik dapat dicapai. Namun dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang masalah keselamatan kerja dan keselamatan lingkungan, maka masalah interkoneksi dan transmisi (SUTET) dengan tegangan tinggi atau ekstra tinggi menjadi suatu persoalan yang harus diperhatikan dengan cermat apabila jaringan tegangan tinggi tersebut melewati daerah permukiman. Kasus jaringan tegangan tinggi yang melewati daerah Gresik dan daerah Parung kiranya dapat menjadi pelajaran yang menarik untuk perencanaan interkoneksi dan transmisi pada masa mendatang. Apa yang menyebabkan masyarakat menjadi cemas bila daerahnya dilewati jaringan tegangan tinggi, tidak lain adalah karena rasa khawatir dan takut terkena radiasi tegangan tinggi. Apa sebenarnya radiasi tegangan tinggi tersebut akan dibahas pada uraian berikut ini.
Apakah Radiasi Tegangan Tinggi itu?
Masalah radiasi tegangan tinggi sebenamya sudah sejak lama dipikirkan oleh para ahli, paling tidak semenjak James Clark Maxwell mengumumkan teorinya tentang :A dynamic theory of the electromagnetic field, suatu teori revolusioner tentang pergeseran arus yang diramalkan dapat menimbulkan gelombang elektromagnet yang merambat dengan kecepatan cahaya. Pada waktu teori tersebut diumumkan (tahun 1865) Maxwell belum menyebutnya sebagai suatu radiasi seperti yang kita kenal saat ini. Secara teoritis elektron yang membawa arus listrik pada jaringan tegangan tinggi akan bergerak lebih cepat bila perbedaan tegangannya makin tinggi. Elektron yang membawa arus listrik pada jaringan interkoneksi dan juga pada jaringan transmisi, akan menyebabkan timbulnya medan magnet maupun medan listrik. Elektron bebas yang terdapat dalam udara di sekitar jaringan tegangan tinggi, akan terpengaruh oleh adanya medan magnet dan medan listrik, sehingga gerakannya akan makin cepat dan hal ini dapat menyebabkan timbulnya ionisasi di udara. Ionisasi dapat terjadi karena elektron sebagai partikel yang bermuatan negatif dalam gerakannya akan bertumbukan dengan molekul-molekul udara sehingga timbul ionisasi berupa ion-ion dan elektron baru. Proses ini akan berjalan terus selama ada arus pada jaringan tegangan tinggi dan akibatnya ion dan elektron akan menjadi berlipat ganda terlebih lagi bila gradien tegangannya cukup tinggi. Udara yang lembab karena adanya pepohon di bawah jaringan tegangan tinggi akan lebih mempercepat terbentuknya pelipatan ion dan elektron yang disebut dengan avalanche. Akibat berlipatgandanya ion dan elektron ini (peristiwa avalanche) akan menimbulkan koronaberupa percikan busur cahaya yang seringkali disertai pula dengan suara mendesis dan bau khusus yang disebut dengan bau ozone. Peristiwa avalanche dan timbulnya korona akibat adanya medan magnet dan medan listrik pada jaringan tegangan tinggi inilah yang sering disamakan dengan radiasi gelombang elektromagnet atau radiasi tegangan tinggi.
Berbahayakah Radiasi Tegangan Tinggi itu?
Secara umum setiap bentuk radiasi gelombang elektromagnet dapat berpengaruh terhadap tubuh manusia. Sel-sel tubuh yang mudah membelah adalah bagian yang paling mudah dipengaruhi oleh radiasi. Tubuh yang sebagian besar berupa molekul air, juga mudah mengalami ionisasi oleh radiasi. Seberapa jauh pengaruhnya terhadap tubuh manusia, tergantung pada batas-batas aman yang diizinkan. Sebagai contoh untuk radiasi nuklir yang aman bagi manusia (untuk pekerja radiasi) adalah dosis di bawah 5000 mili Rem per tahun, sedangkan untuk masyarakat umum adalah 10 % dari harga tersebut. Lantas bagaimanakah dengan batasan aman untuk radiasi tegangan tinggi?
Satuan untuk mengukur radiasi tegangan tinggi tidaklah sama dengan satuan untuk radiasi nuklir yang menggunakan satuan REM, singkatan Rontgen Equivalent of Man. Satuan radiasi tegangan tinggi masih menggunakan satuan Weber/meter2, yaitu satuan flux dalam sistem mks. Mengingat bahwa l Weber/m2 sama dengan 104 gauss, sedangkan satuan untuk induksi magnetik telah ditentukan dengan satuan Tesla yang besarnya sama dengan 104 gauss, maka satuan radiasi tegangan tinggi dapat juga menggunakan satuan Tesla yang identik dengan Weber/m2.
Walaupun belum ada kata sepakat untuk menentukan batas aman bagi radiasi tegangan tinggi, namun Amerika Serikat sebagai negara industri yang banyak menggunakan jaringan tegangan tinggi, telah menetapkan batas aman sebesar 0,2 mikro Weber/m2. Sedangkan Rusia (bekas Uni Sovyet) menetapkan batas aman radiasi tegangan tinggi dengan faktor 1000 lebih rendah dari yang telah ditetapkan Amerika Serikat. Adanya perbedaan penetapan batas aman ini disebabkan karena penelitian mengenai dampak radiasi tegangan tinggi terhadap manusia masih belum selesai dan masih terus dilakukan. Hal menarik dari penentuan harga batas aman tersebut adalah bahwa Amerika Serikat yang menetapkan harga batas aman tersebut adalah Radiation Protection Board, sedangkan di Rusia oleh Ministry Of Health (Departemen Kesehatan), sedangkan di Australia oleh Australian Radiation Protection Society (ARPS), suatu lembaga non pemerintah. Lantas bagaimanakah dengan di Indonesia? Siapakah yang akan menetapkan harga batas aman radiasi tegangan tinggi? Apakah BATAN, apakah Departemen Perindustrian, apakah Departemen Kesehatan, apakah Menteri Negara Lingkungan Hidup ataukah pihak PLN sendiri yang banyak berkaitan dengan masalah jaringan tegangan tinggi. Masalah ini kiranya perlu segera ditetapkan, mengingat bahwa PLN masih akan membangun jaringan tegangan tinggi sebagai interkoneksi dan transmisi sepanjang 2000 km. Mudah-mudahan penetapan batas aman radiasi tegangan tinggi di Indonesia berdasarkan pertimbangan yang matang, sehingga masyarakat tidak menjadi takut dan khawatir bila daerahnya akan dilewati jaringan tegangan tinggi. Selain dari itu, penjelasan yang transparan dari pihak PLN kepada masyarakat perlu diberikan, agar program interkoneksi dan transimisi dapat berjalan lancar, sehingga program pembangunan sektor industri dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya yang pada akhirnya kesejahteraan masyarakat diharapkan akan dapat meningkat.
japanindo..its created by imam
ബങിമന പെങ്ങരുത് സുറെറ്റ് ?
Pengaruh SUTET pada kesehatan masih kontroversi. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan batas pajanan medan listrik dan medan magnet frekuensi 50 - 60 Hz di ruang terbuka maksimum 5 kV/meter dan 0,1 miliTesla (mT) untuk pajanan terus menerus, atau 10 kV/meter dan 1 mT untuk pajanan berkala, maksimum 2 jam/hari. Ditjen Listrik dan Pengembangan Energi telah melakukan pengukuran kuat medan listrik dan medan magnet di lintasan SUTET di Cileduk, Cirata, Ungaran dan Gresik. Pengukuran kuat medan listrik dilakukan pada titik sejarak 5 meter, 15 meter dan 10 meter. Pada umumnya hasil pengukuran kuat medan listrik masih dibawah ambang batas pajanan, kecuali di daerah Cirata kuat medan listrik pada titik sejarak 15 meter mencapai 17 kV/m. Hal tersebut masih dapat ditoleransi karena Cirata merupakan tebing curam yang tidak dilalui penduduk. Pengukuran kuat medan magnet dilakukan pada titik sejarak 0 meter. Hasil pengukuran kuat medan magnet semuanya masih jauh dibawah ambang batas pajanan.
japanindo..its created by imam
KONTROVERSI PENGARUH SUTET
Dr. dr. Anies, peneliti saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET) dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang menegaskan, sampai saat ini pengaruh medan listrik SUTET terhadap kesehatan manusia masih kontroversial, meski dari berbagai riset yang dilakukan, muncul keluhan, seperti mual, pusing, hingga sulit tidur."SUTET belum sampai menimbulkan gangguan kesehatan permanen. Kalau keluhan seperti itu memang ada, tapi sekali lagi, itu bukan penyakit," kata Anies ketika diminta tanggapan di Semarang, Minggu malam (01/10/06) sehubungan makin maraknya tuntutan ganti rugi dari korban SUTET di Jawa Tengah.Anies yang pada tahun 2004 melakukan penelitian dampak SUTET di Tegal, Pemalang, dan Batang tersebut mengakui, memang muncul keluhan pada warga yang tinggal di sekitar SUTET, namun tidak sampai menimbulkan gangguan kesehatan serius.Ia menyebutkan, menurut standar Badan Kesehatan Dunia (WHO), medan listrik di bawah SUTET maksimum lima kV/meter, sedangkan Ikatan Dokter Indonesia pada tahun 1997 menetapkan ukuran medan magnit maksimum 0,1 miliTesla (mT).Anies yang disertasi doktornya berisi penelitian SUTET itu menegaskan, SUTET yang ada di sepanjang Jawa Barat hingga Jawa Timur masih berada di bawah batas maksimum standar WHO maupun IDI."Saya pernah meneliti, ketika mendung di di sekitar SUTET tanpa ada pepohonan, medan listrik di sekitar wilayah SUTET masih tetap di bawah lima kV," katanya menegaskan.Menurut dia, medan listrik jauh lebih besar justru berada di dalam rumah, misalnya pesawat televisi, monitor komputer, telepon seluler hingga "microwave" yang memiliki medan listrik berjuta kali lipat dibanding medan listrik SUTET.Ia menyebutkan, telepon seluler (HP) pada awal teknologi seluler ini ditemukan memiliki kekuatan 900 megaHertz, tetapi sekarang dua kali lipat yaitu rata-rata 1.800 megaHertz dan 1.900 megaHertz. "Bandingkan medan listrik di bawah SUTET yang masih di bawah 50 megaHertz," katanya.Medan listrik jauh lebih tinggi lagi terdapat pada "microwave" yang radiasi panasnya menimbulkan medan listrik hingga 2,45 giga Hertz. Satu giga Hertz sama dengan satu miliar Hertz."Tetapi orang tidak pernah mempermasalahkan medan listrik monitor komputer, HP, atau `microwave`. Hal ini terjadi, karena mereka menganggap peralatan itu dibutuhkan," katanya.Makin maraknya tuntutan ganti rugi warga korban SUTET, menurut dia, lebih didorong oleh aspek ekonomi. Ia memberi contoh, lahan dan rumah yang di atasnya ada SUTET nilai ekonominya menurun.Ia menyarankan, untuk mengurangi efek SUTET, di sekitar areal SUTET ditanami pohon-pohonan sehingga radiasi listrik berkurang. (*/rit)
japanindo..its created by imam
PEMBUATAN WEBSITE MEDIA BELAJAR MATA KULIAH PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN MICROSOFT FRONTPAGE 2000
( ബൈ. Imam Arif ര )
(WINANDAR) HUBUNGAN ANTARA HASIL BELAJAR RANGKAIAN LISTRIK I DENGAN KEMAMPUAN നുമെരിക്
( വിനന്ദര്)
KAJIAN ISLAM GOLDEN WEEK
yang bertemakan :
Menuju Keshalehan Pribadi dan kepedulian sosial*
Acara Insya Allah akan diadakan pada :
Hari, Tanggal :
Kamis, 4 Mei 2006, 09:30 - 21:30
Jumat, 5 Mei 2006, 08:30 -12:00
Tempat :
Aula Balai Indonesia (SRIT), Meguro, Tokyo
Pendaftaran :
http://kmii.jp/pendaftaran/06gw.php
Turut disiarkan melalui: RADIOTARBIYAH
Penceramah :
Ustadz Agung Cahyadi, Lc, MA
(diundang dari Indonesia, CV terlampir)
====================
Biaya : 500 Yen
Konsumsi : 500 Yen/makan (4 kali makan)
====================
A C A R A :
1. Kajian Islam
2. Mabit (menginap)
3. Acara Kelompok
4. Shalat Lail
5. Olahraga
Besar harapan kami atas kehadiran bapak-bapak,
ibu-ibu, rekan-rekan dan adik-adik dalam acara ini.
Wassalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh
Panitia Kajian Islam Golden Week
KMII Jepang
====================
Contact Persons :
1. Endrianto Djajadi : 080-6547-8319
2. Agus Kurnia : 090-4175-5997
3. Meifal Rusli : 080-5036-4091
imam desu
Mama..thanks for the present, and all what mama, papa, aya and satoshi did in our birthdays
my photo
物すごいって。。きれいだって。。その時にみんな 2006年四月上野公園の花見に見に行って来ました。
Flowers...it is a symbol of love. Love in life. Flowers make the world so be beatifull; by their collors, shapes or smells. If we as flowers, can we do what the flowers have been doing?
FOSIL GUNMA: 03/25/06
Ummar Bin Abdul Aziz telah mengembalikan harta umat pada fungsi yang sebenarnya, yaitu melayani kebutuhan umat dan memenuhi kebutuhan mereka. Ia menetapkan bahwa baitul maal merupakan lembaga yang bertanggung jawab untuk itu. Segala tindakan itu disampaikan kepada para gubernurnya seperti di bawah ini, bahwa setiap muslim harus memiliki:
1. Sebuah rumah sebagai tempat tinggal
2. Seorang pembantu untuk meringankan pekerjaannya.
3. Seekor kuda untuk berjihad menghadapi musuhnya.
4. Perabot rumah tangga seperlunya.
5. Memenuhi semua kebutuhan mereka
6. dan barang siapa mempunyai hutang, maka bayarlah.
Khalifah memerintahkan kepada para gubernur untuk melaksanakan program tersebut di wilayah masing-masing dan biaya diambil dari Baitul Maal setempat. Sedangkan kelebihannya disimpan atau dikirimkan ke pusat. Sementara wilayah-wilayah yang minus dan tidak mampu memenuhi kebutuhannya, mendapat bantuan secepatnya.
Bahkan dalam sebuah amanatnya, sang khalifah ini berkata:
"Pendapatan hendaklah dihimpun dan dibagikan secara adil. Kalau mencukupi untuk semua warganya, itulah yang paling baik. Kalau tidak cukup, segeralah kirim berita kepada saya agar secepatnya saya kirim bantuan untuk memenuhi kebutuhan mereka."
Kemudian, Khalifah juga membangun wisma-wisma di seluruh negeri yang diperuntukkan bagi para musafir dan ibnu sabil. Para karyawan memperoleh gaji yang cukup. Bagi mereka yang gajinya tidak mencukupi, dinaikkan. Ulama dan cerdik pandai mendapatkan jaminan kebutuhan hidup, agar mereka dapat memusatkan perhatian dalam bidang mereka tanpa harus mengharapkan uluran tangan orang lain sebagai upah. Para gubernur mendapat gaji dan tunjangan yang layak, sehingga mereka tidak lagi terpikat untuk korupsi atau terlibat dalam suap dan pungutan yang haram.
Bagi mereka yang buta diperintahkan agar disediakan seorang penuntun atas biaya negara. Semua anak yatim yang tidak mempunyai saudara, ditampung dan dibiayai hidupnya oleh negara. Ia juga memerintahkan agar setiap bayi lahir diberi tunjangan dan baru dihentikan setelah tidak disusui lagi oleh ibunya, sehingga para ibu tidak ingin cepat-cepat menyapih penyusuan anaknya. Karena itu bayi pun dapat tumbuh dan berkembang dengan sehat, kuat dan cerdas.
Kalau kita mau menggalakkan hidup sederhana bagi para pejabat, Khalifah Ummar Bin Abdul Aziz adalah teladan. Yang dia pikirkan hanya bagaimana mensejahterakan rakyat dan orang lain, sedang kepentingan pribadinya masuk daftar yang terakhir. Itulah zuhud sejati, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Pada jamannya, amanah rejeki Allah benar-benar dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, untuk menikmati kehidupan dunia yang sederhana tapi bahagia. Ia tidak hanya memenuhi kebutuhan secara materiil belaka, tetapi juga mengisi jiwa mereka dengan harga diri dan qana'ah (merasa cukup dengan apa yang ada). Mereka tidak lagi iri, tamak dan tergiur dengan harta orang lain. Kehidupan qana'ah seperti inilah yang diajarkan dalam Islam. (Ar-Rohmah)